Tampilkan postingan dengan label anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label anak. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 April 2023

Pilih Salmon Atau Lele untuk MPASI?

02.29 0

Ikan salmon menjadi salah satu jenis ikan yang cukup populer di kalangan para ibu milenial dalam memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Tren pemberian ikan salmon ini muncul di berbagai platform sosial media karena ikan salmon dianggap menjadi sumber lemak omega-3 yang sangat penting untuk pertumbuha balita. Namun, ikan salmon yang beredar di Indonesia sekitar 60% ikan salmon yang beredar di Indonesia diimpor dari Norwegia. Karena habitat asal ikan salmon dengan kandungan gizi terbaik memang berasal dari perairan di Alaska, Kanada dan Norwegia. Sebagai jenis ikan yang bukan produk lokal, tentu ikan salmon memiliki harga jual yang tinggi di Indonesia.

Manfaat dan Kebutuhan Omega-3

Omega-3 merupakan salah satu jenis asam lemak esensial (jenis asam lemak yang tidak bisa diproduksi oleh tubuh manusia). Asam lemak Omega-3 pada tubuh akan diubah menjadi asam alfa-linoleic (ALA), asam eicosapentanoic (EPA), dan asam decosahexanoic (DHA). Pemenuhan Omega-3 dalam 10 bulan pertama setelah kelahiran sangat penting karena tidak hanya berfungsi dalam pertumbuhan mata dan otak bayi namun juga berpengaruh terhadap kemampuan kognitifif, belajar, perilaku dan organ reproduksi. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) kebutuhan Omega-3 bayi usia 0 - 11 bulan adalah 0,5 gram dan untuk anak usia 1 - 3 tahun adalah 0.7 gram setiap harinya.

Perbandingan Omega-3 Ikan Salmon dan Lele 

Mengingat pentingnya manfaat omega-3 untuk pertumbuhan anak, penting untuk memastikan pemenuhan asupan omega-3 setiap hari. Dalam 100 gram daging ikan salmon mengandung sekitar 2.2 gram Omega 3. Tentu, konsumsi 50 gram ikan salmon sudah mencukupi kebutuhan Omega 3 untuk anak sampai usia 3 tahun. Namun, memberikan MP-ASI dengan menu mengandung ikan salmon setiap hari tentu cukup menguras pengeluaran. 


Jika dibandingkan dengan ikan lele, dalam 100 gram ikan lele mengandung 237 mg atau 0,237 gram Omega.  Artinya setiap 100 gram konsumsi daging ikan lele sudah memenuhi setengah kebutuhan Omega 3 untuk bayi usia 6 -11 bulan, dan sepertiga kebutuhan anak usia 1-3 tahun. Meskipun kandungan Omega-3 dalam ikan lele tidak sebanyak dalam ikan salmon, ikan lele memiliki kandungan zat besi dan zinc yang tidak kalah dengan salmon.


Perlu diketahui juga bahwa Omega-3 tidak hanya didapatkan dari satu jenis makanan. Omega-3 juga banyak ditemukan pada kacang kedelai, minyak sayur, dan jenis kacang-kacangan lainnya. Selain itu, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun juga memastikan anak mendapatkan asupan Omega-3 yang cukup untuk pertumbuhannya.







Referensi :

  1. DiNicolantonio JJ, O'Keefe JH. The Importance of Marine Omega-3s for Brain Development and the Prevention and Treatment of Behavior, Mood, and Other Brain Disorders. Nutrients. 2020 Aug 4;12(8):2333. doi: 10.3390/nu12082333. PMID: 32759851; PMCID: PMC7468918.
  2. https://fdc.nal.usda.gov/fdc-app.html#/food-details/173714/nutrients




Rabu, 22 Februari 2023

Awas 6 Gejala Cacingan Pada Anak

23.36 0

Cacingan atau infeksi cacing adalah kondisi medis yang sering terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Infeksi cacing pada anak dapat disebabkan oleh berbagai jenis parasit seperti cacing tambang, cacing gelang, dan cacing pita. Infeksi cacing menurut Kementrian Kesehatan ditularkan melalui tanah. Menurut WHO, sekitar 1.5 milliar orang atau 24% populasi di dunia terinfeksi cacing. Negara dengan sebaran infeksi tertinggi adalah di sub-Sahara Afrika, China, Amerika Selatan dan Asia. Infeksi ini lebih banyak terjadi pada anak usia pra-sekolah (260 juta anak) dan anak usia sekolah (654 juta anak).

Berikut adalah beberapa gejala cacingan pada anak yang perlu diwaspadai:
  1. Sering merasa lelah dan lesu

    Anak yang terinfeksi cacing sering merasa lelah dan lesu karena tubuh mereka harus berjuang melawan parasit. Hal ini dapat menyebabkan anak merasa cepat lelah, malas beraktivitas, dan sulit berkonsentrasi di sekolah.

  2. Anemia Cacing dapat merusak saluran pencernaan dan menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar. Hal ini dapat menyebabkan anemia pada anak, yang dapat membuat mereka lelah, pucat, dan mudah sakit kepala.

  3. Sakit perut Salah satu gejala cacingan pada anak yang paling umum adalah sakit perut. Anak mungkin mengalami kram perut, diare, atau sembelit karena parasit mengganggu sistem pencernaan mereka.

  4. Demam Jika infeksi cacing parah, anak mungkin mengalami demam dan menggigil. Demam dapat menjadi gejala umum pada infeksi cacing yang lebih serius seperti cacing hati.

  5. Gatal-gatal Beberapa jenis cacing dapat menyebabkan gatal-gatal pada daerah anus, yang dapat menyebabkan anak merasa tidak nyaman dan gelisah. Anak mungkin menggaruk daerah tersebut, yang dapat menyebabkan infeksi dan masalah kesehatan lainnya.

  6. Gangguan tidur dan penurunan nafsu makan Infeksi cacing juga dapat menyebabkan gangguan tidur dan penurunan nafsu makan pada anak. Anak mungkin kesulitan tidur dan bangun dengan cepat di malam hari karena ketidaknyamanan yang disebabkan oleh infeksi. Mereka juga mungkin kehilangan nafsu makan dan sulit makan makanan yang sehat.

Jika Anda mencurigai anak Anda mengalami infeksi cacing, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. Pengobatan biasanya melibatkan obat-obatan antiparasit yang akan membunuh cacing dan membantu menghilangkan gejala infeksi. Penting juga untuk menghindari faktor risiko cacingan, seperti kurangnya kebersihan pribadi dan sanitasi yang buruk, dan memberikan anak makanan yang sehat dan bergizi.


Referensi :

WHO. 2023. Soil-transmitted Infection

Senin, 20 Februari 2023

Manfaat Kelor untuk Ibu Menyusui

17.29 0

Kelor atau Moringa oleifera adalah tumbuhan yang berasal dari India dan telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional untuk berbagai kondisi kesehatan. Kelor juga mulai banyak dikonsumsi di Indonesia setelah banyaknya penelitian yang menyebutkan kandungan gizinya yang tinggi. Salah satu manfaat kelor adalah memiliki khasiat yang dipercaya bisa untuk meningkatkan produksi ASI dan kualitasnya.



Berikut adalah beberapa manfaat kelor untuk produksi ASI:

  1. Kandungan gizi yang baik: Daun kelor mengandung berbagai zat gizi penting seperti vitamin A, C, dan E, serta mineral seperti kalsium, zat besi, dan magnesium. Zat gizi ini dapat membantu meningkatkan kualitas ASI.

  2. Merangsang produksi ASI: Kelor mengandung senyawa phytoestrogen yang dapat merangsang produksi ASI.

  3. Menyediakan kandungan antioksidan: Kelor mengandung antioksidan yang tinggi, seperti flavonoid dan asam askorbat, yang membantu melindungi tubuh dari radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh.

  4. Antiinflamasi: Kelor juga memiliki sifat antiinflamasi yang dapat membantu mengurangi peradangan pada payudara, yang sering kali menyebabkan produksi ASI yang rendah.

Namun, perlu diingat bahwa kelor tidak boleh menjadi satu-satunya sumber nutrisi untuk ibu menyusui. Sebaiknya, kelor dapat digunakan sebagai suplemen makanan atau minuman yang dapat membantu meningkatkan kualitas dan produksi ASI. Penting juga untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi sebelum mengonsumsi kelor atau suplemen lainnya selama masa menyusui.

Minggu, 19 Februari 2023

Mengenal Sel HAMLET : Zat Anti Kanker dalam ASI

08.55 0
HAMLET (Human Alpha-lactalbumin Made LEthal to Tumor cells) adalah kompleks protein yang ditemukan dalam ASI (Air Susu Ibu). Protein ini diyakini dapat membantu melindungi bayi dari infeksi dan mencegah perkembangan kanker.



Sel HAMLET adalah sel yang terbentuk ketika protein HAMLET berikatan dengan asam lemak dalam ASI. Sel HAMLET diketahui memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel sehat di sekitarnya. Ini karena sel kanker memiliki permukaan sel yang berbeda dari sel normal, sehingga sel HAMLET dapat mengenali dan menyerang sel kanker secara spesifik.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sel HAMLET dalam ASI dapat membantu mencegah perkembangan kanker pada bayi dan orang dewasa. Dalam sebuah studi tahun 2004, peneliti menemukan bahwa sel HAMLET dapat menghancurkan sel kanker pada tikus tanpa mempengaruhi sel sehat di sekitarnya. Studi ini menunjukkan bahwa sel HAMLET memiliki potensi sebagai agen anti-kanker yang efektif.

Selain itu, sel HAMLET juga dapat membantu melindungi bayi dari infeksi dan membantu menguatkan sistem kekebalan tubuh bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ASI yang mengandung sel HAMLET dapat membantu mencegah infeksi saluran pernapasan, infeksi telinga, dan infeksi saluran pencernaan pada bayi.

Namun, perlu dicatat bahwa penelitian mengenai sel HAMLET masih tergolong baru dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami potensi dan manfaatnya secara lebih jelas. Meskipun begitu, ASI tetap dianggap sebagai makanan terbaik untuk bayi karena kandungan nutrisinya yang lengkap dan mudah dicerna.

Dalam mengonsumsi ASI, sebaiknya ibu menyusui mengikuti anjuran dokter atau ahli gizi mengenai cara menyusui dan jumlah ASI yang harus diberikan untuk memastikan bayi mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh kembang dengan baik.

Zat Anti Kanker Dalam ASI

08.32 0


ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan yang paling ideal dan paling alami untuk bayi baru lahir. Selain memberikan nutrisi yang lengkap dan seimbang untuk bayi, ASI juga mengandung zat-zat yang dapat membantu melindungi bayi dari berbagai penyakit, termasuk kanker. Berikut adalah beberapa zat anti kanker yang terdapat dalam ASI :


  1. Protein ASI mengandung protein yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun, protein yang terkandung dalam ASI juga dapat membantu melindungi bayi dari kanker. Protein dalam ASI mengandung senyawa bioaktif yang dikenal sebagai laktoferin. Laktoferin telah terbukti memiliki efek antioksidan dan anti-kanker.
  2. Asam Lemak Omega-3 ASI mengandung asam lemak omega-3 yang merupakan lemak sehat yang dapat membantu mencegah kanker. Asam lemak omega-3 membantu mengurangi peradangan dalam tubuh dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa asam lemak omega-3 dalam ASI dapat membantu mengurangi risiko kanker payudara pada ibu.
  3. Imunoglobulin ASI mengandung imunoglobulin yang dapat membantu melindungi bayi dari infeksi dan penyakit. Imunoglobulin juga telah terbukti dapat membantu mencegah pertumbuhan sel-sel kanker. Immunoglobulin dalam ASI diantaranya IgA, IgG dan IgM.
Selain mengandung zat anti-kanker, ASI juga memberikan manfaat kesehatan lainnya, seperti meningkatkan sistem kekebalan tubuh, membantu pencernaan, dan meningkatkan kesehatan otak. Oleh karena itu, disarankan untuk menyusui bayi selama mungkin dan memastikan bahwa bayi mendapatkan ASI yang cukup dan berkualitas.

Senin, 19 September 2016

Manfaat Kontak Kulit Ibu dan Bayi saat IMD

09.03 0
Setelah proses persalinan, sesuai anjuran WHO, harus segera dilakukan Inisiasi Menyusu Dini atau IMD. IMD dilakukan tentu dengan kondisi ibu dan bayi yang stabil secara medis. Proses IMD diyakini sangat penting untuk menunjang keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Selama IMD, ada sebuah proses yang sangat penting yaitu kontak kulit ibu dan bayi (skin to skin contact). Bahkan yang paling penting dalam IMD adalah proses skin to skin contact ini.  Karena bayi yang terlahir normal, memiliki insting untuk menyusu bahkan memiliki kemampuan untuk mencari dan menemukan payudara ibunya sendiri tanpa bantuan orang lain ketika dilakukan proses skin-to-skin.

Tak bisakah ditunda  skin-to-skin ini? 

Jika tidak ada kondisi medis yang menjadi penghalang baik ibu dan anak, maka petugas kesehatan wajib melakukan skin-to-skin segera setelah lahir, baik persalinan spontan (normal) maupun caesar. Karena momen ini hanyalah sekali seumur hidup, hanya ketika anak lahir dan keluar dari rahim sang ibu.

Sepenting apa skin-to-skin untuk bayi dan ibu?

  1. Menstabilkan Kondisi Bayi
    Kondisi bayi baru lahir bisa jadi tidak stabil, terutama bayi prematur. Treatment yang seringkali dilakukan adalah metode kanguru, ya skin-to-skin.  Proses ini bisa menstabilkan proses pernapasan dan oksigenasi bayi, meningkatkan kadar glukosa (menurunkan keadian hipoglikemia atau kekurangan gula darah), menghangatkan bayi sehingga mempertahankan suhu tubuh optimal, menurunkan hormon stress, dan menurunkan kejadian bayi menangis namun meningkatkan periode bayi terjaga sehingga proses menyusui bisa diberikan secara teratur.

  2. Meningkatkan Perkembangan Otak secara Optimal
    Otak manusia terlahir belum sempurna dan akan terus mengalami proses perkembangan setelah lahir. Allan Schore, PhD, seorang ahli neurobiologi dari University of California, Loas Angeles menemukan fakta yang sangat menarik antara hubungan sentuhan dengan perkembangan otak. Adalah amigdala, satu bagian otak yang terletak cukup dalam di tengah otak sebagai bagian dari sistem limbik dan berfungsi dalam proses regulasi emosi, memory dan aktivasi sistem syaraf simpatis. Menurut penelitiannya, perkembangan amigdala bisa distimualasi perkembangannya dengan proses skin-to-skin.

  3. Membuat Ibu Lebih Percaya Diri
    Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1970-1980 menunjukkan hasil yang berbeda antara ibu dan anak yang diberikan kesempatan melakukan skin-to-skin selama kurang lebih 15 meit dibandingkan dengan ibu yang hanya melihat anaknya dalam waktu singkat dan dipertemukan tiap 4 jam sekali untuk disusui. Setelah masa pemulihan selsai, ibu yang diberikan kesempatan melakukan skin-to-skin lebih percaya diri dan merasa nyaman untuk menggendong dan merawat bayinya dibandingkan ibu yang dipisahkan dengan anaknya, Tingginya kepercayaan ibu ini juga nantinya sangat diperlukan dalam proses menyusui dan merawat bayi di rumah.
     
  4. Meningkatkan Durasi Pemberian ASI
    Skin-to-skin bisa menstimulasi produksi hormon oksitosin yang berfungsi dalam proses pengeluaran ASI. Penelitian yang melibatkan sekitar 1250 anak selama 3 tahun sejak lahir menunjukkan adanya manfaat skin-to-skin dengan durasi menyusui. Dalam penelitian tersebut disebutkan adanya peningkatkan durasi secara keseluruhan sebanyak 1.43 bulan pada anak yang mendapatkan kontak kulit. 



Referensi

Minggu, 10 Juli 2016

Kurang Zat Besi Ganggu Perkembangan Otak Anak

23.51 0
Anemia defisiensi zat besi (ADB)  pada anak di Indonesia mencapai angka sekitar 40-45% menurut Suevei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007. Titik kritis asupan zat besi pada balita adalah saat usia 6-12 bulan. Karena pada usia ini, ASI sudah tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan zat besi untuk tumbuh kembang anak. Maka dibutuhkan MP-ASI yang tepat dan kaya zat besi seperti anjuran WHO.


Ya, salah satu poin penting yang ditekankan WHO dalam MP-ASI adalah adanya protein hewani dalam MP-ASI. Protein hewani lebih banyak mengandung zat besi dan memiliki daya serap atau bioavailabilitas yang lebih baik di tubuh manusia. Anemia defisiensi zat besi merupakan salah satu dampak dari kurangnya asupan zat besi, yang bisa mempengaruhi proses pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah. Selain itu, masih ada banyak manfaat zat besi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.


  1. Pertumbuhan Otak
    Kebutuhan zat besi sangat tinggi di usia satu tahun pertama. Kekurangan zat besi bisa mempengaruhi struktur otak bahkan bisa menyebabkan abnormalitas otak. Zat besi sangat esensial untuk neurogenesis (pembentukan neuron atau sel syaraf) dan diferensiasi region otak dan sel-sel otak yang khusus. Penggunaan zat besi untuk otak ini sangat esensial baik selama proses kehamilan maupaun setelah bayi lahir. Menggunakan kata esensial dalam istilah gizi artinya zat gizi tersebut tidak dapat digantikan oleh zat gizi lainnya.
  2. Kekebalan Tubuh
    Sebuah penelitian yang melibatkan anak yang menderita ADB berusia kurang dari 15 tahun dilakukan untuk melihat jumlah kadar zat kekebalan di dalam tubuh, khususnya melihat sel CD4+ dan rasio kadar CD4:CD8. Sebelum penelitian, anak yang mengalami ADB terlihat memiliki sel CD4+ dan sel T serta rasio 
    CD4:CD8 yang lebih rendah dibandingkan kelompol kontrol. Setelah diberi suplementasi zat besi selama 3 bulan dengan dosis 6 ml/kg/hari didapatkan hasil bahwa sel CD4+ dan rasio CD4:CD8 meningkat.


Referensi :

John L. Beard. (2008). Iron deficiency and infant development. J. Nutr. 138: 2534–2536, 2008
Das, I., Saha, K., Mukhopadhyay, D., Roy, S., Raychaudhuri, G., Chatterjee, M., & Mitra, P. K. (2014). Impact of iron deficiency anemia on cell-mediated and humoral immunity in children: A case control study. Journal of Natural Science, Biology, and Medicine5(1), 158–163. http://doi.org/10.4103/0976-9668.127317

Minggu, 03 Juli 2016

Kebutuhan Zat Besi Anak 0-12 Bulan

17.42 0
Anemia defisiensi besi (ADB) menjadi salah satu permasalahan kekurangan nutrisi tunggal yang masih tinggi di Indonesia. Data terakhir Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 yang dilansir dari situs idai.or.id, sekitar 40-45% balita di Indonesia mengalami ADB. 

Simpanna Zat Besi Bayi Selama Kehamilan
Kekurangn zat besi pada anak bisa terjadi selama kehamilan. Sekitar 80% pertambahan zat besi didapat janin selama trisemester ketiga kehamilan. Karenanya, bayi yang terlahir prematur berpotensi untuk mengalami ADB lebih tinggi. Faktor lain seperti anemia ibu, diabetes dan hipertensi selama kehamilan juga bisa mempengaruhi simpanan zat besi pada janin.

Kebutuhan Zat Besi Bayi Usia 0-6 Bulan
Kebutuhan zat besi bayi usia 0-6 bulan adalah 0.27 mg/hari. Angka ini ditentukan dari jumlah kandungan zat besi yang ada di dalam ASI. ASI mengandung zat besi sekitar 0.35 mg/L. Dengan asupan rata-rata bayi sekitar 0,78 liter per hari maka dengan hitungan 0,35 x 0,78 didapatkan angka kebutuhan zat besi bayi usia 0-6 bulan adalah 0.27 mg/hari. Bayi yang lahir cukup bulan telah mendapatkan simpanan zat besi yang cukup di dalam tubuhnya. Jadi, meskipun angka ini terlihat kecil secara kuantitas, tetap bisa mencukupi kebutuhan zat besi bayi. Selain itu, penyerapan zat besi ASI di dalam tubuh bayi sangat optimal. 

Kebutuhan Zat Besi Usia 7-12 Bulan
Dengan bertambahnya usia anak, kebutuhan zat besi dihitung berdasarkan jumlah hilangnya zar besi dari sel epitel, seperti kulit, saluran pencernaan dan saluran perkemihan, pertambahan massa jaringan, peningkatan volume darah dan simpanan zat besi selama periode ini. Pada usia ini kebutuhan zat besi anak sekitar 11 mg/hari. Jika dibandingakan dengan kebutuhannya di usia 0-6 bulan, tentu terlihat lonjakan yang sangat mencolok, dari 0,27 mg/hari menjadi 11 mg/hari. Namun, tentu saja kebutuhannya tidak serta merta meningkat menjadi 11 mg/hari di usia 6 bulan ke atas. Karena kandungan zat besi di alam ASI pada usia ini sudah tidak mencukupi, maka kebutuhan zat besi pada usia ini harus dipenuhi dari Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tinggi zat besi.

Referensi
Robert D. Baker, Frank R. Greer. Clinical Report—Diagnosis and Prevention of Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia in Infants and Young Children (0 –3 Years of Age).PEDIATRICS Volume 126, Number 5, November 2010 
http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/126/5/1040.full.pdf








Jumat, 01 Juli 2016

Gejala Anemia Zat Besi Pada Anak

20.16 0
Anemia merupakan salah satu kondisi kekurangan nutrisi yang paling banyak di Indonesia. Anemia yang berasal dari bahasa Yunani anaimia ini memiliki arti kurang darah. Kondisi ini bisa didefinisikan sebagai penurunan jumlah total hemoglobin atau jumlah sel darah merah.

Salah satu jenis anemia yang paling banyak diderita di Indonesia bahkan di dunia adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi zat besi disebabkan ketidakcukupan zat besi untuk membentuk sel darah merah yang normal. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, sekitar 40-45% anak balita menderita anemia defisiensi besi.

Gejala umum anemia yang sering diketahui orang awam adalah rasa malas, lesu dan tidak bertenaga. Namun, gejala anemia defisensi zat besi ternyata berbeda pada anak dan orang dewasa. Gejala awal ini sangat penting untuk diketahui mengingat efek anemia zat besi yang bisa jadi fatal terutama untuk anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Gejala Anemia Zat Besi pada Anak

  • Hilang atau kurang nafsu makan
  • Sering mengalami infeksi dan terjadi berulang
  • Perkembangan sosial dan kognitif 
  • Sulit mempertahankan suhu tubuh
  • Suka mengkonsumsi benda yang bukan bahan makanan 'pica' seperti es batu, tanah dan lainnya.
  • Mudah lelah
  • Kulit pucat

Jika melihat gejala tersebut, sebaiknya segera melakukan pengecekan darah di puskesmas maupun laboratorium kesehatan terdekat.


Referensi
http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/childrens-health/in-depth/iron-deficiency/art-20045634?pg=2

Kamis, 31 Maret 2016

7 Prinsip Makanan Pendamping ASI Menurut WHO

18.21 0
Setelah memasuki usia 6 bulan, bayi sudah harus diperkenalkan makanan pendamping ASI karena pada usia ini ASI memenuhi ¾ dari kebutuhan energi sedangkan sisanya harus dipenuhi dari makanan pendamping ASI. Inilah salah satu periode yang penting karena sejak usia 6 bulan sampai 2 tahun yang dikenal dengan masa pertumbuhan, anak membutuhkan zat gizi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang optimal.

Karena saat ini adalah periode emas, jika terjadi masalah gizi, misalnya yang banyak terjadi saat ini adalah stunting (pendek), maka akan sulit kembali normal. Pada tahun 2013 angka kejadian stunting di Indonesia 37,2 %, kondisi ini meningkat dari tahun 2010 dengan kejadian stunting 35,6% (Riskesdas 2013). Data terakhir menunjukkan angka stunting di Indonesia menurun menjadi 29,2% (PSG, 2015). Walaupun demikian, praktik pemberian makanan pada bayi dan anak perlu mendapat perhatian serius agar trend kejadian stunting ini menurun.

Kondisi stunting bisa digambarkan oleh 3 hal berikut :
  1.             Anak pendek menurut umur
  2. .          Terjadi karena kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama
  3.             Tidak dapat kembali normal setelah usia 2 tahun

Oleh sebab itu, masa 2 tahun pertama kehidupan anak sangatlah penting untuk menghindarkan mereka dari kekurangan gizi. Kekurangan gizi yang lain dapat berupa anemia defisiensi besi (ADB). Kejadian ADB juga banyak dialami anak-anak. Sebenarnya pada usia 4 bulan pertama, bayi dianjurkan diberikan suplementasi zat besi karena cadangan zat besi dalam tubuh bayi semakin menurun. Ditambah lagi pada masa MP-ASI yang pertama kali, jika tidak memperkenalkan bahan makanan sumber zat besi bisa jadi anak akan mudah terkena ADB. Risiko jika anak mengalami ADB adalah  anak akan mudah lelah, letih, nafsu makan menurun atau berat badan sulit naik.
Dari manakah sumber zat besi yang baik? Sumber hewani adalah yang terbaik karena 15-20% dari bahan makanan hewani akan terserap dengan baik walaupun dimakan dalam jumlah sedikit, sementara zat besi dari sumber nabati (tumbuhan) hanya diserap 5% saja walaupun dimakan dalam jumlah banyak. Sehingga dapat dikatakan kualitas zat besi dari sumber hewani lebih baik dari nabati. Akan tetapi berprinsiplah untuk memberikan gizi seimbang dari bahan makanan lokal yang ada di sekitar.

MP-ASI Seimbang
Jika dulu ada konsep 4 sehat 5 sempurna, seakrang  ada istilah MP ASI 4 bintang. Jika dalam MP ASI si kecil ada bahan makanan sumber karbohidrat (makanan pokok) maka itu dinilai 1 bintang, jika ditambah lagi dengan sumber zat besi dari hewani akan mendapat tambahan 1 bintang lagi. Bahan makanan nabati (kacang-kacangan) akan dihargai 1 bintang dan terakhir jika ditambah dengan kelompok sayur dan buah maka lengkaplah MP ASI si kecil bertabur 4 bintang. Sehingga jangan ragu untuk memperkenalkan aneka bahan makanan di masa MP ASI awalnya.
Dalam memberikan MP-ASI yang berkualitas, Bunda sebaiknya memperhatikan beberapa prinsip dasar yang direkomendasikan oleh WHO:
  1. Usia 
          MP ASI untuk anak usia 6 bulan pertama tentu berbeda dengan yang sudah berusia 1 tahun. Pada umumnya usia dalam pemberian MP ASI diklasifikasikan berdasarkan kelompok usia 6 bulan pertama, 7-9 bulan, 9-12 bulan dan 12-24 bulan.


  2. Frekuensi
    Frekuensi disini maksudnya seberapa sering harus memberikan MP ASI dalam sehari. Frekuensi MP ASI untuk usia 6 bulan pertama tentu berbeda dibandingkan usia anak yang lebih besar.
    Pada usia 6 bulan pertama dapat diberikan MP ASI 2-3x sehari dengan target pengenalan rasa.
    Usia 7-9 bulan dapat ditingkatkan menjadi 3x makan dengan 1-2 kali selingan. Pada usia 9-12 dan 12-24 bulan dapat diberikan 3-4 kali makan dengan selingan 1-2 kali sehari. Selingan dapat berupa buah, biskuit, bubur kacang hijau dll yang padat energi.

  3. Jumlah dalam sekali makan
         Ini yang harus menjadi perhatian bunda. Terkadang bunda yakin sudah memberikan makanan yang tepat sesuai umur anak. Akan tetapi yang sering dilupakan adalah seberapa banyak yang sebaiknya diberikan dalam sekali makan. So, bunda jangan lupa untuk menakar makanan si kecil ya untuk mengetahui apakah si kecil mendapat asupan makanan yang cukup.  

          Untuk usia 6 bulan pertama dapat diberikan 2-3 sendok makan MP ASI.
          Usia 7-9 bulan ditingkatkan perlahan hingga ½ mangkuk ukuran 250 ml
          Usia 9-12 mulai ½ mangkuk – ¾ mangkuk ukuran 250 ml
          Usia 12-24 bulan mulai ¾ mangkuk – 1 mangkuk ukuran 250 ml.


  4.  Tekstur/Konsistensi. 
    Mengapa tekstur penting? Jika terlambat menaikkan tekstur MP ASI si kecil dapat menjadi masalah dalam hal kemampuan si kecil menelan, proses tumbuh gigi atau pola kebiasaan makan yang kurang baik di masa datang. Tekstur juga berpengaruh pada kandungan energi dan zat gizi lain dari makanan tersebut. Satu mangkuk penuh bubur tepung tentu berbeda jauh energinya dengan semangkuk nasi misalnya. Atau semangkuk penuh bubur nasi yang encer tentu berbeda juga kandungan zat gizinya dengan semangkuk bubur nasi yang kental. MP ASI yang terlalu encer hanya akan membuat si kecil lebih cepat kenyang karena kandungan cairannya yang tinggi namun energinya lebih sedikit.

    Untuk usia 6 bulan pertama perkenalkanlah bubur kental.
    Usia 7-9 bulan berilah makanan yang dilumatkan, dapat juga diberikan makanan yang dipotong dan mudah untuk dipegang.
    Usia 9-12 bulan berilah makanan keluarga yang diiris/dipotong.
    Usia 12-24 bulan berilah makanan seperti yang dimakan keluarga tanpa harus ada pembedaan.


  5. Variasi. 
    Variasi disini maksudnya sama dengan prinsip 4 bintang seperti yang telah dijelaskan di atas. Agar riwayat makan si kecil dapat terpantau, membuat food diary (catatan makanan) yang dapat mengingatkan jenis bahan makanan penyebab alergi (alergen) terutama bagi keluarga yang memiliki riwayat alergi sehingga bahan makanan ini dapat dihindarkan untuk diberikan pada si kecil.


  6. Kebersihan
    Kebersihan disini mencakup kebersihan diri (PHBS), kebersihan alat makan, kebersihan lingkungan, dan lain-lain. Hal ini penting untuk menjaga kemungkinan penyakit yang didapat karena makanan/lingkungan yang tidak bersih.


  7.  Pemberian makanan secara aktif/responsif  
    Pada poin ini mencakup ketelatenan/kesabaran dalam memberikan makanan kepada si kecil, terkadang ia mulai melepeh dan menyembur makanan yang diberikan. Namun, bukan berarti harus menyerah begitu saja untuk mencoba memberikan lagi. Atau pada masa GTM (gerakan tutup mulut) bukan berarti juga harus menyerah sampai di situ saja. Memberikan kesempatan kepada si kecil untuk makan sendiri dapat menjadi salah satu solusi. Ia biasanya sangat senang mengeksplore makanannya dengan belajar memasukkan sendiri ke mulut atau bahkan hanya membuatnya berserakan di lantai. Ini adalah proses belajar.

    http://www.nth.nhs.uk/content/uploads/2015/09/happy-mum-happy-baby.jpg
    Tetaplah berusaha memberikan makan dan upayakan untuk tidak membiarkan si kecil makan dalam jangka waktu yang lama. Berikan batas waktu misalnya 30 menit. Setelah itu sebaiknya tidak diberikan snack atau yang lainnya, biarkan ia merasakan sensasi lapar sehingga makananpun menjadi berharga baginya. Berlatihlah terus membentuk pola makan pada anak. Kebiasaan memberikan susu/snack sebelum makan hanya akan membuatnya kenyang walaupun tanpa diberikan makanan utama.

Gula dan Garam dalam MP-ASI

Ada hal menarik yang juga sebaiknya  diperhatikan yaitu pemberian tambahan gula dan garam pada MP ASI. Pada saat ini kasus penyakit yang tidak menular (non-communicable disease) seperti hipertensi, diabetes, jantung menunjukkan trend yang meningkat. Sebaiknya pemberian tambahan gula dan garam pada MP ASI ditunda.  Penundaan ini bertujuan agar si kecil mudah mengenali rasa asli dari bahan-bahan makanan yang telah  diperkenalkan.

Tundalah memberikan tambahan gula dan garam hingga anak berusia 1 tahun jika mampu. Pemberian gula yang dianjurkan oleh WHO kurang dari 10% dari total kebutuhan energi harian. Karena gula di beberapa bahan termasuk hidden sugar (gula tersembunyi) yang kadang jarang teridentifikasi oleh konsumen  maka bijaklah membaca label informasi nilai gizi di setiap kemasan makanan/minuman. Dalam hal penambahan gula pada makanan terutama untuk MP ASI dan makanan anak usia sekolah, beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia sudah sangat ketat untuk mencegah peningkatan kasus diabetes mellitus sejak dini.



Yuni Dwi Setiyawati, S.Gz. Dietitian



Referensi :
Mahan, L. Kattleen, Sylvia Escott-Stump, Janice L. Raymond. Food and Nutrition Care Process Ed. 13. 2012. Elsevier Inc.
Modul Pemberian Makan pada Bayi dan Anak. WHO.Infant and Young Child Feeding.February 2014 diakses dari www.who.int/nutrition/topics/complementary_feeding/en