Tampilkan postingan dengan label anemia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label anemia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 Mei 2023

Kenali Jenis dan Penyebab Anemia

01.20 0

Anemia adalah kondisi ketika tubuh memproduksi jumlah sel darah merah lebih sedikit dari yang seharusnya. Salah satu fungsi penting anemia adalah mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Maka, jika seseorang terkena anemia, beberapa gejala anemia yang sering dirasakan adalah pusing, sakit kepala, napas terasa pendek dan detak jantung yant tidak teratur. Golongan yang paling rentan terkena anemia adalah wanita usia subur, ibu hamil dan anak-anak. Menurut Riset Dasar Kesehatan tahun 2018, lebih dari 80% wanita usia 15 - 24 tahun terdeteksi anemia. Kondisi ini tentu cukup mengkhawatirkan, karena anemia juga bisa mempengaruhi kemampuan kognitif atau proses belajar.

Jenis-Jenis Anemia

  • Anemia Defisiensi Besi
    Zat besi dibutuhkan tubuh untuk memproduksi hemobglobin. Hemoglobin adalah salah satu jenis protein di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen. Anemia defisiensi zat besi menjadi salah satu jenis anemia yang paling banyak dialami, terutama wanita usia subur, remaja, ibu hamil dan anak-anak.
    Penyebab anemia defisiensi besi terutama karena asupan makanan yang kurang mengandung zat besi. Bisa juga disebabkan karena mengonsumsi makanan yang banyak menghambat penyerapan zat besi seperti zat tanin yang ada dalam teh. Anemia defisiensi zat besi bisa dicegah dengan mengonsumsi makanan yang beragam terutama protein hewani dan mengonsumsi suplemen zat besi secara rutin.

  • Anemia Pernisiosa
    Selain zat besi, tubuh juga membutuhkan vitamin B12 untuk memproduksi sel darah merah yang sehat. Kekurangan vitamin B12 akan menyebabkan kondisi anemia yang disebut dengan anemia pernisiosa. Penyebab kekuragan vitamin B12 bisa dikarenakan kurangnya asupan dan juga kondisi tubuh yang menyebabkan menurunnya penyerapan vitamin B12. Vitamin B12 seperti halnya zat besi banyak ditemukan pada makanan hewani seperti daging, telur, produk susu dan olahannya, dan ikan. Kondisi tubuh yang bisa menyebabkan terjadinya ganggunan penyerapan biasanya adalah karena memiliki riwayat gastritis atau penyakit radang lambung. Salah satu jenis protein yang ada di dalam lambung disebut dengan Intrinsic Factor ternyata membantu proses penyerapan vitamin B12, gangguan pada lapisan permukaan lambung akan mengganggu produksi Intrinsic Factor dan kemudian mengganggu penyerapan vitamin B12.

  • Anemia Megaloblastik
    Hampir mirip dengan anemia pernisiosa, anemia megaloblastik disebabkan karena kekurangan vitamin B12 dan asam folat. Pada anemia megaloblastik terjadi kegagalan sintesis DNA yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan proses pembentukan sel. Pada anemia megaloblastik, sel darah merah yang diproduksi memiliki ukuran lebih besar daripada sel darah merah normal. Selain karena faktor asupan, juga bisa disebabkan karena terganggunya proses penyerapan vitamin B12 dan folat disebabkan karena konsumsi obat-obat tertentu.


Minggu, 30 April 2023

Makanan Yang Dilarang Ibu Hamil

08.05 0

Kehamilan merupakan salah satu fase paling penting dalam pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kesehatatan bayi sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu sejak masa kehamilan. Periode ini sering disebut dengan 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) yang dimulai sejak terjadi pembuahan dalam tubuh Ibu sampai 2 tahun pertama setelah kelahiran. Fase 1000 HPK ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga perlu memperhatikan asupan makanan dan juga pemeriksaan kesehatan secara rutin.



Makanan yang Dilarang Ibu Hamil

Selama kehamilan, ibu membutuhkan tambahan asupan energi, protein, karbohidrat dan juga vitamin serta mineral. Utamanya adalah asam folat, zat besi, dan kalsium. Untuk memenuhi kebutuhan gizi selama kehamilan, tentu dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang tidak hanya bergizi namun juga bersih atau higienis. Hal ini karena ibu hamil biasanya memiliki kekebalan tubuh yang lebih rendah sehingga, makanan yang dikonsumsi tidak hanya memperhatikan aspek kualitas gizi namun juga kebersihan. Lalu, makanan apa saya yang dilarang untuk ibu hamil dan mengapa?

  • Makanan Mentah dan Dimasak Setengah Matang
    Makanan mentah seperti sushi, telur mendah dan makanan yang dimasak setengah matang seperti sate meningkatkan kemungkinan kontaminasi bakteri coliform, toxoplasma dan salmonella. Ketika memasak daging dan makanan sumber protein hewani lainnya pastikan untuk memasak sampai matang sempurna. Jika ibu ingin mengonsumsi sayuran mentah, misal untuk lalapan, pastikan sudah dicuci bersih. Sayuran mentah memungkinkan terjadi kontaminasi toksoplasma yang banyak ditemukan pada tanah.
  • Konsumsi Teh Berlebihan
    Hampir setengah ibu hamil di Indonesia mengalami anemia saat hamil. Kondisi ini akan berdampak pada ibu dan juga bayi, seperti meningkatkan risiko kematian ibu saat persalinan dan bayi yang dilahirkan juga berisiko terkena anemia. Maka salah satu makanan yang dilarang ibu hamil adalah yang bisa mengganggu penyerapan zat besi, salah satunya adalah teh. Teh memiliki zat tanin yang tinggi yang sangat bisa menurunkan penyerapan zat besi pada tubuh ibu. Jika ibu mengonsumsi tablet tambah darah, maka sebaiknya dikonsumsi menggunakan air putih atau dengan buah.

  • Minuman dan Makanan Tinggi Gula
    Sebuah review dari 39 penelitian menyatakan tingginya asupan gula sederhana meningkatkan berkontribusi pada kaikan berat badan berlebih saat kehamilan, pre-eklamsi, kelahiran prematur dan meningkatkan risiko diabetes gestasional. Tidak hanya pada ibu, asupan gula tinggi selama kehamilan juga mempengaruhi kondisi kesehatan bayi dan anak. Diantaranya adalah meningkatkan risiko asma pada anak, obesitas, diabetes sampai menurunkan kemampuan kognitif. Menurut Kementrian Kesehatan pada Pedoman Gizi Seimbang, batasan asupan gula sederhana adalah 10% dari total kebutuhan kalori sehari. Perlu diingat, asupan gula tidak hanya didapat dengan menambahkan gula pada makanan atau minuman juga bisa didapatkan dari minuman manis kemasan, kue basah, jus buah kemasan, dan lainnya. 
  • Membatasi Kafein
    Kafein memiliki sifat diuretik atau meningkatkan pengeluaran cairan dari tubuh sehingga membuat tubuh jadi lebih sering buang air kecil. Selama hamil, ibu bisa jadi lebih sering buang air kecil, sehingga jika minum makanan yang mengandung kafein dikhawatirkan akan meningkatakan pengeluaran cairan. Selain itu, konsumsi kafein di trimester awal juga bisa memicu terjadinya keguguran pada beberapa penelitian. Asupan kafein yang diajurkan adalah maksimal 200 mg dalam sehari. Perlu diingat, kafein tidak hanya didapatkan dari kopi namun juga pada soda, teh,  dan cokelat atau minuman cokelat.

Keempat jenis makanan dan minuman tersebut sebaiknya dihindari selama kehamilan. Ibu harus bisa mengonsums makanan dengan konsep pedoman gizi seimbang yaitu makanan yang beragam. Ibu bisa berkonsultasi ke dokter dan ahli gizi untuk mengetahui jenis makanan apa yang dihindari sesuai dengan kondisi kehamilan setiap ibu.

Referensi
1. Foods to Avoid While Pregnant. American Pregnancy Association
2. Casas R, Castro Barquero S, Estruch R. Impact of Sugary Food Consumption on Pregnancy: A Review. Nutrients. 2020 Nov 22;12(11):3574. doi: 10.3390/nu12113574. PMID: 33266375; PMCID: PMC7700555.

Rabu, 22 Februari 2023

Awas 6 Gejala Cacingan Pada Anak

23.36 0

Cacingan atau infeksi cacing adalah kondisi medis yang sering terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Infeksi cacing pada anak dapat disebabkan oleh berbagai jenis parasit seperti cacing tambang, cacing gelang, dan cacing pita. Infeksi cacing menurut Kementrian Kesehatan ditularkan melalui tanah. Menurut WHO, sekitar 1.5 milliar orang atau 24% populasi di dunia terinfeksi cacing. Negara dengan sebaran infeksi tertinggi adalah di sub-Sahara Afrika, China, Amerika Selatan dan Asia. Infeksi ini lebih banyak terjadi pada anak usia pra-sekolah (260 juta anak) dan anak usia sekolah (654 juta anak).

Berikut adalah beberapa gejala cacingan pada anak yang perlu diwaspadai:
  1. Sering merasa lelah dan lesu

    Anak yang terinfeksi cacing sering merasa lelah dan lesu karena tubuh mereka harus berjuang melawan parasit. Hal ini dapat menyebabkan anak merasa cepat lelah, malas beraktivitas, dan sulit berkonsentrasi di sekolah.

  2. Anemia Cacing dapat merusak saluran pencernaan dan menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar. Hal ini dapat menyebabkan anemia pada anak, yang dapat membuat mereka lelah, pucat, dan mudah sakit kepala.

  3. Sakit perut Salah satu gejala cacingan pada anak yang paling umum adalah sakit perut. Anak mungkin mengalami kram perut, diare, atau sembelit karena parasit mengganggu sistem pencernaan mereka.

  4. Demam Jika infeksi cacing parah, anak mungkin mengalami demam dan menggigil. Demam dapat menjadi gejala umum pada infeksi cacing yang lebih serius seperti cacing hati.

  5. Gatal-gatal Beberapa jenis cacing dapat menyebabkan gatal-gatal pada daerah anus, yang dapat menyebabkan anak merasa tidak nyaman dan gelisah. Anak mungkin menggaruk daerah tersebut, yang dapat menyebabkan infeksi dan masalah kesehatan lainnya.

  6. Gangguan tidur dan penurunan nafsu makan Infeksi cacing juga dapat menyebabkan gangguan tidur dan penurunan nafsu makan pada anak. Anak mungkin kesulitan tidur dan bangun dengan cepat di malam hari karena ketidaknyamanan yang disebabkan oleh infeksi. Mereka juga mungkin kehilangan nafsu makan dan sulit makan makanan yang sehat.

Jika Anda mencurigai anak Anda mengalami infeksi cacing, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. Pengobatan biasanya melibatkan obat-obatan antiparasit yang akan membunuh cacing dan membantu menghilangkan gejala infeksi. Penting juga untuk menghindari faktor risiko cacingan, seperti kurangnya kebersihan pribadi dan sanitasi yang buruk, dan memberikan anak makanan yang sehat dan bergizi.


Referensi :

WHO. 2023. Soil-transmitted Infection

Minggu, 10 Juli 2016

Kurang Zat Besi Ganggu Perkembangan Otak Anak

23.51 0
Anemia defisiensi zat besi (ADB)  pada anak di Indonesia mencapai angka sekitar 40-45% menurut Suevei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007. Titik kritis asupan zat besi pada balita adalah saat usia 6-12 bulan. Karena pada usia ini, ASI sudah tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan zat besi untuk tumbuh kembang anak. Maka dibutuhkan MP-ASI yang tepat dan kaya zat besi seperti anjuran WHO.


Ya, salah satu poin penting yang ditekankan WHO dalam MP-ASI adalah adanya protein hewani dalam MP-ASI. Protein hewani lebih banyak mengandung zat besi dan memiliki daya serap atau bioavailabilitas yang lebih baik di tubuh manusia. Anemia defisiensi zat besi merupakan salah satu dampak dari kurangnya asupan zat besi, yang bisa mempengaruhi proses pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah. Selain itu, masih ada banyak manfaat zat besi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.


  1. Pertumbuhan Otak
    Kebutuhan zat besi sangat tinggi di usia satu tahun pertama. Kekurangan zat besi bisa mempengaruhi struktur otak bahkan bisa menyebabkan abnormalitas otak. Zat besi sangat esensial untuk neurogenesis (pembentukan neuron atau sel syaraf) dan diferensiasi region otak dan sel-sel otak yang khusus. Penggunaan zat besi untuk otak ini sangat esensial baik selama proses kehamilan maupaun setelah bayi lahir. Menggunakan kata esensial dalam istilah gizi artinya zat gizi tersebut tidak dapat digantikan oleh zat gizi lainnya.
  2. Kekebalan Tubuh
    Sebuah penelitian yang melibatkan anak yang menderita ADB berusia kurang dari 15 tahun dilakukan untuk melihat jumlah kadar zat kekebalan di dalam tubuh, khususnya melihat sel CD4+ dan rasio kadar CD4:CD8. Sebelum penelitian, anak yang mengalami ADB terlihat memiliki sel CD4+ dan sel T serta rasio 
    CD4:CD8 yang lebih rendah dibandingkan kelompol kontrol. Setelah diberi suplementasi zat besi selama 3 bulan dengan dosis 6 ml/kg/hari didapatkan hasil bahwa sel CD4+ dan rasio CD4:CD8 meningkat.


Referensi :

John L. Beard. (2008). Iron deficiency and infant development. J. Nutr. 138: 2534–2536, 2008
Das, I., Saha, K., Mukhopadhyay, D., Roy, S., Raychaudhuri, G., Chatterjee, M., & Mitra, P. K. (2014). Impact of iron deficiency anemia on cell-mediated and humoral immunity in children: A case control study. Journal of Natural Science, Biology, and Medicine5(1), 158–163. http://doi.org/10.4103/0976-9668.127317

Minggu, 03 Juli 2016

Kebutuhan Zat Besi Anak 0-12 Bulan

17.42 0
Anemia defisiensi besi (ADB) menjadi salah satu permasalahan kekurangan nutrisi tunggal yang masih tinggi di Indonesia. Data terakhir Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 yang dilansir dari situs idai.or.id, sekitar 40-45% balita di Indonesia mengalami ADB. 

Simpanna Zat Besi Bayi Selama Kehamilan
Kekurangn zat besi pada anak bisa terjadi selama kehamilan. Sekitar 80% pertambahan zat besi didapat janin selama trisemester ketiga kehamilan. Karenanya, bayi yang terlahir prematur berpotensi untuk mengalami ADB lebih tinggi. Faktor lain seperti anemia ibu, diabetes dan hipertensi selama kehamilan juga bisa mempengaruhi simpanan zat besi pada janin.

Kebutuhan Zat Besi Bayi Usia 0-6 Bulan
Kebutuhan zat besi bayi usia 0-6 bulan adalah 0.27 mg/hari. Angka ini ditentukan dari jumlah kandungan zat besi yang ada di dalam ASI. ASI mengandung zat besi sekitar 0.35 mg/L. Dengan asupan rata-rata bayi sekitar 0,78 liter per hari maka dengan hitungan 0,35 x 0,78 didapatkan angka kebutuhan zat besi bayi usia 0-6 bulan adalah 0.27 mg/hari. Bayi yang lahir cukup bulan telah mendapatkan simpanan zat besi yang cukup di dalam tubuhnya. Jadi, meskipun angka ini terlihat kecil secara kuantitas, tetap bisa mencukupi kebutuhan zat besi bayi. Selain itu, penyerapan zat besi ASI di dalam tubuh bayi sangat optimal. 

Kebutuhan Zat Besi Usia 7-12 Bulan
Dengan bertambahnya usia anak, kebutuhan zat besi dihitung berdasarkan jumlah hilangnya zar besi dari sel epitel, seperti kulit, saluran pencernaan dan saluran perkemihan, pertambahan massa jaringan, peningkatan volume darah dan simpanan zat besi selama periode ini. Pada usia ini kebutuhan zat besi anak sekitar 11 mg/hari. Jika dibandingakan dengan kebutuhannya di usia 0-6 bulan, tentu terlihat lonjakan yang sangat mencolok, dari 0,27 mg/hari menjadi 11 mg/hari. Namun, tentu saja kebutuhannya tidak serta merta meningkat menjadi 11 mg/hari di usia 6 bulan ke atas. Karena kandungan zat besi di alam ASI pada usia ini sudah tidak mencukupi, maka kebutuhan zat besi pada usia ini harus dipenuhi dari Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang tinggi zat besi.

Referensi
Robert D. Baker, Frank R. Greer. Clinical Report—Diagnosis and Prevention of Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia in Infants and Young Children (0 –3 Years of Age).PEDIATRICS Volume 126, Number 5, November 2010 
http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/126/5/1040.full.pdf








Jumat, 01 Juli 2016

Gejala Anemia Zat Besi Pada Anak

20.16 0
Anemia merupakan salah satu kondisi kekurangan nutrisi yang paling banyak di Indonesia. Anemia yang berasal dari bahasa Yunani anaimia ini memiliki arti kurang darah. Kondisi ini bisa didefinisikan sebagai penurunan jumlah total hemoglobin atau jumlah sel darah merah.

Salah satu jenis anemia yang paling banyak diderita di Indonesia bahkan di dunia adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi zat besi disebabkan ketidakcukupan zat besi untuk membentuk sel darah merah yang normal. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, sekitar 40-45% anak balita menderita anemia defisiensi besi.

Gejala umum anemia yang sering diketahui orang awam adalah rasa malas, lesu dan tidak bertenaga. Namun, gejala anemia defisensi zat besi ternyata berbeda pada anak dan orang dewasa. Gejala awal ini sangat penting untuk diketahui mengingat efek anemia zat besi yang bisa jadi fatal terutama untuk anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Gejala Anemia Zat Besi pada Anak

  • Hilang atau kurang nafsu makan
  • Sering mengalami infeksi dan terjadi berulang
  • Perkembangan sosial dan kognitif 
  • Sulit mempertahankan suhu tubuh
  • Suka mengkonsumsi benda yang bukan bahan makanan 'pica' seperti es batu, tanah dan lainnya.
  • Mudah lelah
  • Kulit pucat

Jika melihat gejala tersebut, sebaiknya segera melakukan pengecekan darah di puskesmas maupun laboratorium kesehatan terdekat.


Referensi
http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/childrens-health/in-depth/iron-deficiency/art-20045634?pg=2

Gejala Anemia Zat Besi Pada Anak

20.16 0
Anemia merupakan salah satu kondisi kekurangan nutrisi yang paling banyak di Indonesia. Anemia yang berasal dari bahasa Yunani anaimia ini memiliki arti kurang darah. Kondisi ini bisa didefinisikan sebagai penurunan jumlah total hemoglobin atau jumlah sel darah merah.

Salah satu jenis anemia yang paling banyak diderita di Indonesia bahkan di dunia adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi zat besi disebabkan ketidakcukupan zat besi untuk membentuk sel darah merah yang normal. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, sekitar 40-45% anak balita menderita anemia defisiensi besi.

Gejala umum anemia yang sering diketahui orang awam adalah rasa malas, lesu dan tidak bertenaga. Namun, gejala anemia defisensi zat besi ternyata berbeda pada anak dan orang dewasa. Gejala awal ini sangat penting untuk diketahui mengingat efek anemia zat besi yang bisa jadi fatal terutama untuk anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Gejala Anemia Zat Besi pada Anak
  • Hilang atau kurang nafsu makan
  • Sering mengalami infeksi dan terjadi berulang
  • Perkembangan sosial dan kognitif 
  • Sulit mempertahankan suhu tubuh
  • Suka mengkonsumsi benda yang bukan bahan makanan 'pica' seperti es batu, tanah dan lainnya.
  • Mudah lelah
  • Kulit pucat
Jika melihat gejala tersebut, sebaiknya segera melakukan pengecekan darah di puskesmas maupun laboratorium kesehatan terdekat.


Referensi
http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/childrens-health/in-depth/iron-deficiency/art-20045634?pg=2