Minggu, 16 Agustus 2015

Awas Bahaya Gula Jagung Dalam Makanan


Apakah anda termasuk  orang yang selalu membaca label makanan saat membeli produk makanan atau minuman dalam kemasan? Pernahkah anda memperhatikan berapa gula yang masuk dalam tubuh bila anda mengkonsumsi produk tersebut? Beberapa produsen makanan atau minuman menyebutkan penggunaan kata ‘sukrosadalam kandungan gizi produknya. Sebagian besar produk seringkali hanya menyebut gula.


Antara Gula, Sukrosa dan Fruktosa
Gula dalam terminologi ilmu gizi termasuk bagian dari karbohidrat. Ada beberapa jenis karbohidrat/ sakarida yaitu karbohidrat komplek (polisakarida: nasi, roti, gandum), disakarida dan karbohidrat sederhana (monosakarida). Glukosa, fruktosa dan galaktosa adalah jenis-jenis dari monosakarida.
Glukosa yang didapatkan secara bebas di alam dalam jumlah sedikit yaitu dalam sayur, buah, sirup jagung. Fruktosa biasa juga disebut gula buah karena memang banyak terdapat pada buah-buahan dan madu. Sedangkan galaktosa tidak terdapat bebas di alam dan hanya terdapat dalam tubuh sebagai hasil pencernaan laktosa.
Menurut tingkat kemanisannya, fruktosa adalah gula yang paling manis dibanding glukosa dan galaktosa. Bila dibuat skala perbandingan diantara gula sederhana ini maka fruktosa tingkat kemanisannya 1,7 sedangkan sukrosa adalah 1 dan galaktosa 0,6 dibanding sukrosa. Sukrosa merupakan salah satu jenis disakarida yang biasa dikonsumsi secara luas dan dikenal sebagai gula pasir.

Gula Dalam Industri Makanan
Beberapa jenis gula ini menjadi salah satu bahan tambahan dalam industry makanan yang membuat cita rasa menjadi lebih lezat. Sebut saja minuman teh kemasan yang beredar sangat banyak di Indonesia. Pada umumnya, pasti menambahkan gula dalam bentuk sukrosa atau gula pasir sebagai pemikat lidah para konsumen.
Selain gula sukrosa, pada industri makanan dan minuman sudah umum dikenal penggunaan fruktosa sebagai pemanis dalam bentuk high corn fructose syrup  (HFCS). HFCS merupakan sirup jagung yang telah mengalami proses enzimatis sehingga dapat meningkatkan kandungan fruktosa.
HFCS dibuat dari substrat pati jagung dan enzim isomerase yang dapat merubah glukosa dalam pati jagung menjadi fruktosa. Beberapa produk HFCS antara lain HFCS 90, HFCS 55 dan HFCS 45. Angka 90, 55 atau 45 menunjukkan prosentase fruktosa dalam HFCS. Misalkan HFCS 90 berarti mengandung 90% fruktosa dan sisanya adalah glukosa. HFCS 55 memiliki kandungan fruktosa dan glukosa yang sama dengan sukrosa (disakarida yang biasanya terdapat pada gula pasir). HFCS 55 biasa digunakan dalam pembuatan softdrink. Sedangkan HFCS 45 memiliki tingkat kemanisan paling rendah dan banyak digunakan untuk perisa buah atau minuman non karbonasi.

Mengapa Menggunakan HFCS?
Pertimbangan secara industri penggunaan HFCS ini sangat menguntungkan  karena sumber jagung yang melimpah membuat harganya menjadi lebih murah dibandingkan menggunakan jenis gula lain. Selain itu HFCS mudah dicampur karena berbentuk cair dan memiliki masa simpanyang lebih lama. Dalam jumlah yang sedikit HFCS dapat memberikan tingkat kemanisan yang maksimal dalam produk makanan atau minuman.

HFCS dan Kesehatan
Belakangan ini para pakar kesehatan di seluruh dunia menyeru dengan keras bahaya konsumsi gula berlebih. Bahkan WHO pun telah mengeluarkan peraturan dan anjuran khusus terkait asupan gula baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Artinya, konsumsi gula yang tidak tepat tentu menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi kesehatan, meskipun untung secara komersial .
Lalu, bagaimana pertimbangan konsumsi HFCS dari segi kesehatan? Banyak penelitian mengemukakan konsumsi fruktosa yang berasal HFCS dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik. Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala gangguan metabolisme dalam tubuh dan menyebabkan beberapa kondisi seperti obesitas, peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) hingga resistensi insulin yang dapat menyebabkan diabetes melitus, abnormalitas profil lipid/ dislipidemia (kenaikan kadar trigliserida, kolesterol dan LDL serta penurunan HDL) dan juga hipertensi.
HFCS dan Dislipidemia
Secara molekuler kondisi ini disebabkan karena fruktosa bersifat sangat lipogenik, artinya fruktosa dapat menyebabkan tubuh mengaktifkan gen-gen yang membentuk lemak seperti trigliserida dan kolesterol. Trigliserida yang berlebihan dapat memicu pembentukan lemak dalam jaringan adiposa sehingga menyebabkan kegemukan. Peningkatan trigliserida selanjutnya akan meningkatkan kadar LDL dalam darah. Kondisi dislipidemia ini meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang disebabkan penimbunan plak yang terbentuk dari lemak dalam pembuluh darah jantung.
HFCS dan Diabetes
Konsumsi HFCS dalam jumlah besar diketahui mengganggu jalur sinyal insulin sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana insulin tidak dapat mengangkut gula darah ke dalam sel sehingga kadar gula dalam darah naik. Kadar gula yang tinggi juga memicu pembentukan lemak dalam tubuh, menyebabkan dislipidemia dan selanjutnya jantung koroner hingga kematian mendadak.

Nyatanya  Fruktosa ada Di Dalam Buah dan Madu, So..
Fruktosa yang kita dapatkan secara alami di dalam buah dan madu memiliki jumlah yang sedikit sehingga tidak akan memiliki efek yang sama dibanding fruktosa dalam HFCS. Buah banyak mengandung air, serat dan kepadatan energi yang rendah. Buah-buahan hanya butuh waktu sebentar untuk dikunyah dan cepat sekali membuat kita merasa kenyang. Hampir tidak mungkin terjadi kelebihan konsumsi fruktosa yang berasal dari buah.
Madu mengandung 82% gula dan separuhnya (sekitar 40%) adalah fruktosa. Menurut beberapa penelitian madu hanya sedikit sekali meningkatkan kadar gula darah dibanding glukosa dan sukrosa. Madu juga dapat menurunkan C-Reactive protein yaitu salah penanda terjadi inflamasi misalkan akibat infeksi yang terjadi dalam tubuh. Madu diketahui pula dapat menurunkan kadar LDL, trigliserida dan meningkatkan HDL. Madu juga kaya antioksidan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan dan menurukan faktor resiko terhadap suatu penyakit.
Apa saya sebaiknya mengkonsumsi madu? Jawabannya adalah sangat tergantung pada kondisi anda. Apabila anda orang yang sehat, aktif dan tidak sedang menurunkan berat badan maka madu tidaklah berbahaya dan nampaknya memberikan dampak negatif yang lebih sedikit dibanding konsumsi gula. Namun bila anda kegemukan, menderita diabetes dan sedang berjuang dengan pengaturan makanan sumber karbohidrat dan fruktosa maka sebaiknya madu dihindari saja. Keep healthy, readers


  -Cleonara Yanuar Dini, M.Sc., Dietisien-


Referensi:

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Astrup, A., Finer,N., 2000. Redefining type 2 diabetes: ‘diabesity’ or ‘obesity dependent diabetes mellitus’?. Obes Rev 1(2):57-59.
Bantle,J.P., Raatz.,S.K., Thomas,W., Georgopoulos., 2000.  Effects of dietary fructose on plasma lipid in healthy subjects. Am J Clin Nutr 72: 1128-34
Basciano,H., Federico, L., Adeli,K., 2005. Fructose, insulin resistance, and metabolic dyslipidemia. Nutr Metab 2 (1): 5.
Bray, George A., 2007. How bad is fructose. Am J Clin Nutr 86: 895-6
Dekker MJ, Su Q, Baker C, Rutledge AC, Adeli K. 2010.  Fructose: a highly lipogenic nutrient implicated in insulin resistance, hepatic steatosis, and the metabolic syndrome. AJP Endocrinol Metab 299: 685-694.
Elliot,S.S., Keim, N.L., Stern,J.S., Teff,K., Havel,P.J., 2002. Fructose, weight gain and the insulin resistance syndrome. Am J Clin Nutr 76: 911-22
Johnson, R.J., Segal., M.S., Sautin,Y., Nakagawa,T., Feig,D.I., Kang,D., Gersh,M.C., Benner,S., Lozada,L.G., 2007. Potential role of sugar (fructose) in the epidemic of hypertension, obesity and the metabolic syndrome, diabetes, kydney disease, and cardiovascular disease. Am J Clin Nutr 86: 899-906.
Matsuzaka,T., Shimano,H., 2013. Insulin –dependent and –independent regulation of sterol regulatory element binding protein-1c. J Diab Invest 4(5): 411-412.
Miyazaki,M., Dobrzyn,A., Man, W.C., Chu,K., Sampath,H., Kim,H.J., 2004. Stearoyl-CoA desaturase 1 gene expression is necessary for fructose mediated induction of lipogenic gene expression by sterol regulatory element-binding protein-1c-dependent and –independent mechanism. J Biol Chem 279 (24): 25164-25171.
Shimano,H. 2009. SREBP: physiology and patophysiology of the SREBP family. FEBS J 276: 616-621.
Stanhope,K.L., Schwarz,J.M., Havel, P.J. 2009. Consuming fructose-sweetened, notglucose-sweetened, beverages increases visceral adiposity and lipids and decrease insulin sensitivity in overweight/ obese humans. J Clin Invest 119(5): 1322-1334
Tranchida,F., Leopold,T., Zo,R., Valerie,D., Olivier,R., Abel,H., 2012. Long-term high fructose and saturated fat diet affects plasma fatty acids profile in rats. J Zhejiang Univ –Sci B 13(4): 307-317.





-           


-           

1 komentar: