Tampilkan postingan dengan label gula. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gula. Tampilkan semua postingan

Kamis, 31 Maret 2016

7 Prinsip Makanan Pendamping ASI Menurut WHO

18.21 0
Setelah memasuki usia 6 bulan, bayi sudah harus diperkenalkan makanan pendamping ASI karena pada usia ini ASI memenuhi ¾ dari kebutuhan energi sedangkan sisanya harus dipenuhi dari makanan pendamping ASI. Inilah salah satu periode yang penting karena sejak usia 6 bulan sampai 2 tahun yang dikenal dengan masa pertumbuhan, anak membutuhkan zat gizi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang optimal.

Karena saat ini adalah periode emas, jika terjadi masalah gizi, misalnya yang banyak terjadi saat ini adalah stunting (pendek), maka akan sulit kembali normal. Pada tahun 2013 angka kejadian stunting di Indonesia 37,2 %, kondisi ini meningkat dari tahun 2010 dengan kejadian stunting 35,6% (Riskesdas 2013). Data terakhir menunjukkan angka stunting di Indonesia menurun menjadi 29,2% (PSG, 2015). Walaupun demikian, praktik pemberian makanan pada bayi dan anak perlu mendapat perhatian serius agar trend kejadian stunting ini menurun.

Kondisi stunting bisa digambarkan oleh 3 hal berikut :
  1.             Anak pendek menurut umur
  2. .          Terjadi karena kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama
  3.             Tidak dapat kembali normal setelah usia 2 tahun

Oleh sebab itu, masa 2 tahun pertama kehidupan anak sangatlah penting untuk menghindarkan mereka dari kekurangan gizi. Kekurangan gizi yang lain dapat berupa anemia defisiensi besi (ADB). Kejadian ADB juga banyak dialami anak-anak. Sebenarnya pada usia 4 bulan pertama, bayi dianjurkan diberikan suplementasi zat besi karena cadangan zat besi dalam tubuh bayi semakin menurun. Ditambah lagi pada masa MP-ASI yang pertama kali, jika tidak memperkenalkan bahan makanan sumber zat besi bisa jadi anak akan mudah terkena ADB. Risiko jika anak mengalami ADB adalah  anak akan mudah lelah, letih, nafsu makan menurun atau berat badan sulit naik.
Dari manakah sumber zat besi yang baik? Sumber hewani adalah yang terbaik karena 15-20% dari bahan makanan hewani akan terserap dengan baik walaupun dimakan dalam jumlah sedikit, sementara zat besi dari sumber nabati (tumbuhan) hanya diserap 5% saja walaupun dimakan dalam jumlah banyak. Sehingga dapat dikatakan kualitas zat besi dari sumber hewani lebih baik dari nabati. Akan tetapi berprinsiplah untuk memberikan gizi seimbang dari bahan makanan lokal yang ada di sekitar.

MP-ASI Seimbang
Jika dulu ada konsep 4 sehat 5 sempurna, seakrang  ada istilah MP ASI 4 bintang. Jika dalam MP ASI si kecil ada bahan makanan sumber karbohidrat (makanan pokok) maka itu dinilai 1 bintang, jika ditambah lagi dengan sumber zat besi dari hewani akan mendapat tambahan 1 bintang lagi. Bahan makanan nabati (kacang-kacangan) akan dihargai 1 bintang dan terakhir jika ditambah dengan kelompok sayur dan buah maka lengkaplah MP ASI si kecil bertabur 4 bintang. Sehingga jangan ragu untuk memperkenalkan aneka bahan makanan di masa MP ASI awalnya.
Dalam memberikan MP-ASI yang berkualitas, Bunda sebaiknya memperhatikan beberapa prinsip dasar yang direkomendasikan oleh WHO:
  1. Usia 
          MP ASI untuk anak usia 6 bulan pertama tentu berbeda dengan yang sudah berusia 1 tahun. Pada umumnya usia dalam pemberian MP ASI diklasifikasikan berdasarkan kelompok usia 6 bulan pertama, 7-9 bulan, 9-12 bulan dan 12-24 bulan.


  2. Frekuensi
    Frekuensi disini maksudnya seberapa sering harus memberikan MP ASI dalam sehari. Frekuensi MP ASI untuk usia 6 bulan pertama tentu berbeda dibandingkan usia anak yang lebih besar.
    Pada usia 6 bulan pertama dapat diberikan MP ASI 2-3x sehari dengan target pengenalan rasa.
    Usia 7-9 bulan dapat ditingkatkan menjadi 3x makan dengan 1-2 kali selingan. Pada usia 9-12 dan 12-24 bulan dapat diberikan 3-4 kali makan dengan selingan 1-2 kali sehari. Selingan dapat berupa buah, biskuit, bubur kacang hijau dll yang padat energi.

  3. Jumlah dalam sekali makan
         Ini yang harus menjadi perhatian bunda. Terkadang bunda yakin sudah memberikan makanan yang tepat sesuai umur anak. Akan tetapi yang sering dilupakan adalah seberapa banyak yang sebaiknya diberikan dalam sekali makan. So, bunda jangan lupa untuk menakar makanan si kecil ya untuk mengetahui apakah si kecil mendapat asupan makanan yang cukup.  

          Untuk usia 6 bulan pertama dapat diberikan 2-3 sendok makan MP ASI.
          Usia 7-9 bulan ditingkatkan perlahan hingga ½ mangkuk ukuran 250 ml
          Usia 9-12 mulai ½ mangkuk – ¾ mangkuk ukuran 250 ml
          Usia 12-24 bulan mulai ¾ mangkuk – 1 mangkuk ukuran 250 ml.


  4.  Tekstur/Konsistensi. 
    Mengapa tekstur penting? Jika terlambat menaikkan tekstur MP ASI si kecil dapat menjadi masalah dalam hal kemampuan si kecil menelan, proses tumbuh gigi atau pola kebiasaan makan yang kurang baik di masa datang. Tekstur juga berpengaruh pada kandungan energi dan zat gizi lain dari makanan tersebut. Satu mangkuk penuh bubur tepung tentu berbeda jauh energinya dengan semangkuk nasi misalnya. Atau semangkuk penuh bubur nasi yang encer tentu berbeda juga kandungan zat gizinya dengan semangkuk bubur nasi yang kental. MP ASI yang terlalu encer hanya akan membuat si kecil lebih cepat kenyang karena kandungan cairannya yang tinggi namun energinya lebih sedikit.

    Untuk usia 6 bulan pertama perkenalkanlah bubur kental.
    Usia 7-9 bulan berilah makanan yang dilumatkan, dapat juga diberikan makanan yang dipotong dan mudah untuk dipegang.
    Usia 9-12 bulan berilah makanan keluarga yang diiris/dipotong.
    Usia 12-24 bulan berilah makanan seperti yang dimakan keluarga tanpa harus ada pembedaan.


  5. Variasi. 
    Variasi disini maksudnya sama dengan prinsip 4 bintang seperti yang telah dijelaskan di atas. Agar riwayat makan si kecil dapat terpantau, membuat food diary (catatan makanan) yang dapat mengingatkan jenis bahan makanan penyebab alergi (alergen) terutama bagi keluarga yang memiliki riwayat alergi sehingga bahan makanan ini dapat dihindarkan untuk diberikan pada si kecil.


  6. Kebersihan
    Kebersihan disini mencakup kebersihan diri (PHBS), kebersihan alat makan, kebersihan lingkungan, dan lain-lain. Hal ini penting untuk menjaga kemungkinan penyakit yang didapat karena makanan/lingkungan yang tidak bersih.


  7.  Pemberian makanan secara aktif/responsif  
    Pada poin ini mencakup ketelatenan/kesabaran dalam memberikan makanan kepada si kecil, terkadang ia mulai melepeh dan menyembur makanan yang diberikan. Namun, bukan berarti harus menyerah begitu saja untuk mencoba memberikan lagi. Atau pada masa GTM (gerakan tutup mulut) bukan berarti juga harus menyerah sampai di situ saja. Memberikan kesempatan kepada si kecil untuk makan sendiri dapat menjadi salah satu solusi. Ia biasanya sangat senang mengeksplore makanannya dengan belajar memasukkan sendiri ke mulut atau bahkan hanya membuatnya berserakan di lantai. Ini adalah proses belajar.

    http://www.nth.nhs.uk/content/uploads/2015/09/happy-mum-happy-baby.jpg
    Tetaplah berusaha memberikan makan dan upayakan untuk tidak membiarkan si kecil makan dalam jangka waktu yang lama. Berikan batas waktu misalnya 30 menit. Setelah itu sebaiknya tidak diberikan snack atau yang lainnya, biarkan ia merasakan sensasi lapar sehingga makananpun menjadi berharga baginya. Berlatihlah terus membentuk pola makan pada anak. Kebiasaan memberikan susu/snack sebelum makan hanya akan membuatnya kenyang walaupun tanpa diberikan makanan utama.

Gula dan Garam dalam MP-ASI

Ada hal menarik yang juga sebaiknya  diperhatikan yaitu pemberian tambahan gula dan garam pada MP ASI. Pada saat ini kasus penyakit yang tidak menular (non-communicable disease) seperti hipertensi, diabetes, jantung menunjukkan trend yang meningkat. Sebaiknya pemberian tambahan gula dan garam pada MP ASI ditunda.  Penundaan ini bertujuan agar si kecil mudah mengenali rasa asli dari bahan-bahan makanan yang telah  diperkenalkan.

Tundalah memberikan tambahan gula dan garam hingga anak berusia 1 tahun jika mampu. Pemberian gula yang dianjurkan oleh WHO kurang dari 10% dari total kebutuhan energi harian. Karena gula di beberapa bahan termasuk hidden sugar (gula tersembunyi) yang kadang jarang teridentifikasi oleh konsumen  maka bijaklah membaca label informasi nilai gizi di setiap kemasan makanan/minuman. Dalam hal penambahan gula pada makanan terutama untuk MP ASI dan makanan anak usia sekolah, beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia sudah sangat ketat untuk mencegah peningkatan kasus diabetes mellitus sejak dini.



Yuni Dwi Setiyawati, S.Gz. Dietitian



Referensi :
Mahan, L. Kattleen, Sylvia Escott-Stump, Janice L. Raymond. Food and Nutrition Care Process Ed. 13. 2012. Elsevier Inc.
Modul Pemberian Makan pada Bayi dan Anak. WHO.Infant and Young Child Feeding.February 2014 diakses dari www.who.int/nutrition/topics/complementary_feeding/en











Minggu, 16 Agustus 2015

Awas Bahaya Gula Jagung Dalam Makanan

01.32 1

Apakah anda termasuk  orang yang selalu membaca label makanan saat membeli produk makanan atau minuman dalam kemasan? Pernahkah anda memperhatikan berapa gula yang masuk dalam tubuh bila anda mengkonsumsi produk tersebut? Beberapa produsen makanan atau minuman menyebutkan penggunaan kata ‘sukrosadalam kandungan gizi produknya. Sebagian besar produk seringkali hanya menyebut gula.


Antara Gula, Sukrosa dan Fruktosa
Gula dalam terminologi ilmu gizi termasuk bagian dari karbohidrat. Ada beberapa jenis karbohidrat/ sakarida yaitu karbohidrat komplek (polisakarida: nasi, roti, gandum), disakarida dan karbohidrat sederhana (monosakarida). Glukosa, fruktosa dan galaktosa adalah jenis-jenis dari monosakarida.
Glukosa yang didapatkan secara bebas di alam dalam jumlah sedikit yaitu dalam sayur, buah, sirup jagung. Fruktosa biasa juga disebut gula buah karena memang banyak terdapat pada buah-buahan dan madu. Sedangkan galaktosa tidak terdapat bebas di alam dan hanya terdapat dalam tubuh sebagai hasil pencernaan laktosa.
Menurut tingkat kemanisannya, fruktosa adalah gula yang paling manis dibanding glukosa dan galaktosa. Bila dibuat skala perbandingan diantara gula sederhana ini maka fruktosa tingkat kemanisannya 1,7 sedangkan sukrosa adalah 1 dan galaktosa 0,6 dibanding sukrosa. Sukrosa merupakan salah satu jenis disakarida yang biasa dikonsumsi secara luas dan dikenal sebagai gula pasir.

Gula Dalam Industri Makanan
Beberapa jenis gula ini menjadi salah satu bahan tambahan dalam industry makanan yang membuat cita rasa menjadi lebih lezat. Sebut saja minuman teh kemasan yang beredar sangat banyak di Indonesia. Pada umumnya, pasti menambahkan gula dalam bentuk sukrosa atau gula pasir sebagai pemikat lidah para konsumen.
Selain gula sukrosa, pada industri makanan dan minuman sudah umum dikenal penggunaan fruktosa sebagai pemanis dalam bentuk high corn fructose syrup  (HFCS). HFCS merupakan sirup jagung yang telah mengalami proses enzimatis sehingga dapat meningkatkan kandungan fruktosa.
HFCS dibuat dari substrat pati jagung dan enzim isomerase yang dapat merubah glukosa dalam pati jagung menjadi fruktosa. Beberapa produk HFCS antara lain HFCS 90, HFCS 55 dan HFCS 45. Angka 90, 55 atau 45 menunjukkan prosentase fruktosa dalam HFCS. Misalkan HFCS 90 berarti mengandung 90% fruktosa dan sisanya adalah glukosa. HFCS 55 memiliki kandungan fruktosa dan glukosa yang sama dengan sukrosa (disakarida yang biasanya terdapat pada gula pasir). HFCS 55 biasa digunakan dalam pembuatan softdrink. Sedangkan HFCS 45 memiliki tingkat kemanisan paling rendah dan banyak digunakan untuk perisa buah atau minuman non karbonasi.

Mengapa Menggunakan HFCS?
Pertimbangan secara industri penggunaan HFCS ini sangat menguntungkan  karena sumber jagung yang melimpah membuat harganya menjadi lebih murah dibandingkan menggunakan jenis gula lain. Selain itu HFCS mudah dicampur karena berbentuk cair dan memiliki masa simpanyang lebih lama. Dalam jumlah yang sedikit HFCS dapat memberikan tingkat kemanisan yang maksimal dalam produk makanan atau minuman.

HFCS dan Kesehatan
Belakangan ini para pakar kesehatan di seluruh dunia menyeru dengan keras bahaya konsumsi gula berlebih. Bahkan WHO pun telah mengeluarkan peraturan dan anjuran khusus terkait asupan gula baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Artinya, konsumsi gula yang tidak tepat tentu menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi kesehatan, meskipun untung secara komersial .
Lalu, bagaimana pertimbangan konsumsi HFCS dari segi kesehatan? Banyak penelitian mengemukakan konsumsi fruktosa yang berasal HFCS dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya sindroma metabolik. Sindroma metabolik adalah sekumpulan gejala gangguan metabolisme dalam tubuh dan menyebabkan beberapa kondisi seperti obesitas, peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) hingga resistensi insulin yang dapat menyebabkan diabetes melitus, abnormalitas profil lipid/ dislipidemia (kenaikan kadar trigliserida, kolesterol dan LDL serta penurunan HDL) dan juga hipertensi.
HFCS dan Dislipidemia
Secara molekuler kondisi ini disebabkan karena fruktosa bersifat sangat lipogenik, artinya fruktosa dapat menyebabkan tubuh mengaktifkan gen-gen yang membentuk lemak seperti trigliserida dan kolesterol. Trigliserida yang berlebihan dapat memicu pembentukan lemak dalam jaringan adiposa sehingga menyebabkan kegemukan. Peningkatan trigliserida selanjutnya akan meningkatkan kadar LDL dalam darah. Kondisi dislipidemia ini meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang disebabkan penimbunan plak yang terbentuk dari lemak dalam pembuluh darah jantung.
HFCS dan Diabetes
Konsumsi HFCS dalam jumlah besar diketahui mengganggu jalur sinyal insulin sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana insulin tidak dapat mengangkut gula darah ke dalam sel sehingga kadar gula dalam darah naik. Kadar gula yang tinggi juga memicu pembentukan lemak dalam tubuh, menyebabkan dislipidemia dan selanjutnya jantung koroner hingga kematian mendadak.

Nyatanya  Fruktosa ada Di Dalam Buah dan Madu, So..
Fruktosa yang kita dapatkan secara alami di dalam buah dan madu memiliki jumlah yang sedikit sehingga tidak akan memiliki efek yang sama dibanding fruktosa dalam HFCS. Buah banyak mengandung air, serat dan kepadatan energi yang rendah. Buah-buahan hanya butuh waktu sebentar untuk dikunyah dan cepat sekali membuat kita merasa kenyang. Hampir tidak mungkin terjadi kelebihan konsumsi fruktosa yang berasal dari buah.
Madu mengandung 82% gula dan separuhnya (sekitar 40%) adalah fruktosa. Menurut beberapa penelitian madu hanya sedikit sekali meningkatkan kadar gula darah dibanding glukosa dan sukrosa. Madu juga dapat menurunkan C-Reactive protein yaitu salah penanda terjadi inflamasi misalkan akibat infeksi yang terjadi dalam tubuh. Madu diketahui pula dapat menurunkan kadar LDL, trigliserida dan meningkatkan HDL. Madu juga kaya antioksidan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan dan menurukan faktor resiko terhadap suatu penyakit.
Apa saya sebaiknya mengkonsumsi madu? Jawabannya adalah sangat tergantung pada kondisi anda. Apabila anda orang yang sehat, aktif dan tidak sedang menurunkan berat badan maka madu tidaklah berbahaya dan nampaknya memberikan dampak negatif yang lebih sedikit dibanding konsumsi gula. Namun bila anda kegemukan, menderita diabetes dan sedang berjuang dengan pengaturan makanan sumber karbohidrat dan fruktosa maka sebaiknya madu dihindari saja. Keep healthy, readers


  -Cleonara Yanuar Dini, M.Sc., Dietisien-


Referensi:

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Astrup, A., Finer,N., 2000. Redefining type 2 diabetes: ‘diabesity’ or ‘obesity dependent diabetes mellitus’?. Obes Rev 1(2):57-59.
Bantle,J.P., Raatz.,S.K., Thomas,W., Georgopoulos., 2000.  Effects of dietary fructose on plasma lipid in healthy subjects. Am J Clin Nutr 72: 1128-34
Basciano,H., Federico, L., Adeli,K., 2005. Fructose, insulin resistance, and metabolic dyslipidemia. Nutr Metab 2 (1): 5.
Bray, George A., 2007. How bad is fructose. Am J Clin Nutr 86: 895-6
Dekker MJ, Su Q, Baker C, Rutledge AC, Adeli K. 2010.  Fructose: a highly lipogenic nutrient implicated in insulin resistance, hepatic steatosis, and the metabolic syndrome. AJP Endocrinol Metab 299: 685-694.
Elliot,S.S., Keim, N.L., Stern,J.S., Teff,K., Havel,P.J., 2002. Fructose, weight gain and the insulin resistance syndrome. Am J Clin Nutr 76: 911-22
Johnson, R.J., Segal., M.S., Sautin,Y., Nakagawa,T., Feig,D.I., Kang,D., Gersh,M.C., Benner,S., Lozada,L.G., 2007. Potential role of sugar (fructose) in the epidemic of hypertension, obesity and the metabolic syndrome, diabetes, kydney disease, and cardiovascular disease. Am J Clin Nutr 86: 899-906.
Matsuzaka,T., Shimano,H., 2013. Insulin –dependent and –independent regulation of sterol regulatory element binding protein-1c. J Diab Invest 4(5): 411-412.
Miyazaki,M., Dobrzyn,A., Man, W.C., Chu,K., Sampath,H., Kim,H.J., 2004. Stearoyl-CoA desaturase 1 gene expression is necessary for fructose mediated induction of lipogenic gene expression by sterol regulatory element-binding protein-1c-dependent and –independent mechanism. J Biol Chem 279 (24): 25164-25171.
Shimano,H. 2009. SREBP: physiology and patophysiology of the SREBP family. FEBS J 276: 616-621.
Stanhope,K.L., Schwarz,J.M., Havel, P.J. 2009. Consuming fructose-sweetened, notglucose-sweetened, beverages increases visceral adiposity and lipids and decrease insulin sensitivity in overweight/ obese humans. J Clin Invest 119(5): 1322-1334
Tranchida,F., Leopold,T., Zo,R., Valerie,D., Olivier,R., Abel,H., 2012. Long-term high fructose and saturated fat diet affects plasma fatty acids profile in rats. J Zhejiang Univ –Sci B 13(4): 307-317.





-           


-           

Kamis, 06 Agustus 2015

Waspadai Asupan Gula Berlebih, Ini Anjuran WHO

13.42 0
Gula, dalam khasanah ilmiah dikenal dengan isitilah karbohidrat sederhana atau 'simple carbohydrate'. Karbohidrat sederhana yang terdiri dari beberapa jenis ini memang banyak dijadikan bahan tambahan makanan untuk meningkatkan cita rasa makanan.

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO tahun 2015 membuat sebuah edaran yang berisi aturan asupan gula yang berjudul 'Guideline : Sugars Intake for Adults and Children'. Secara khusus WHO mengeluarkan aturan ini untuk menyediakan informasi berisi rekomendasi asupan gula bebas untuk menurunkan risiko penyakit tidak menular (diabetes, jantung, hipertensi, kanker) pada golongan anak dan dewasa. Lebih khusus lagi aturan ini untuk mencegah dan mengontril pertambahan berat badan yang tidak sehat dan karies gigi.

Seberapa Penting Mengatur Asupan Gula Tambahan?
Penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes, kanker, hipertensi dan penyakit jantung sudah menjadi suatu penyakit yang mudah ditemukan di sekeliling kita. Data di tahun 2012 menyebutkan penyakit tidak menular bertanggungjawab terhadap 68% kematian di dunia. Di Indoensia sendiri angka kematian akibat penyakit tidak menular tercatat meningkat hampir 10% menurut surveri SKRT tahun 2001 dan Riskesdas tahun 2007.

Pada dasarnya PTM merupakan penyakit yang bisa dicegah. Terutama oleh gaya hidup sehat seperti pola makan dan aktivitas fisik yang teratur. Asupan gula berlebih menurut meta analisis dari penelitian RCT (Randomized Control Trials) pada orang dewasa menyatakan adanya hubungan antara penurunan berat badan dengan penurunan asupan 'free sugar'.

Definisi Asupan Gula
WHO menyebut 'free sugar' ketimbang 'sugar' saja atau istilah gula lainnya. Tahun 2002, isitlah  'free sugar' digunakan oleh Joint WHO/FAO Expert Consultation on Diet, Nutrition and the Prevention of Chronic Diseases. Istilah 'free sugar'diartikan sebagai 'semua jenis monosakarida dan disakarida yang ditambahkan ke dalam makanan baik oleh perusahaan, pada saat memasak oleh konsumen dan gula alami dalam makanan seperrti madu, jus buah (air dalam buah), dan konsentrat air buah'.

Dalam siaran pers yang diterbitkan tanggal 4 Maret 2015 di Jenewa, Swiss, WHO tidak menyebut gula yang ada dalam sayuran dan buah segar dan gula yang ada di dalam susu (laktosa). Disebabkan tidak ada laporan kejadian adanya efek samping ketika mengkonsumsi jenis gula dalam makanan tersebut. Sehingga lebih mengacu pada jenis gula tambahan yang seringnya ada di dalam makanan dan minuman kemasan.

Sedangkan di Indonesia istilah asupan 'gula' yang dipakai dan disebutkan dalam berbagai surveri didefinisikan sebagai pangan karbohidrat yang dalam kesaharian disebut gula putih (gula pasir) dan gula merah yang merupakan sukrosa (Herdiansyah, 2011).

Berapa Batasannya?
Batasan asupan gula kurang dari 10% dianjurkan oleh WHO. Anjuran ini ditujuakn untuk anak-anak dan dewasa. Ingat, asupan kurang dari 10% mengacu pada definisi 'free sugar'-nya WHO. Sedangkan asupan gula dalam artian gula pasir oleh PUGS adalah 5% dari total energi. Jika dikonversikan sekitar 25 gram gula atau sekitar 3-4 sendok makan gula.

Jika dikonversikan ke dalam asupan kalori misalnya 2000 kalori sehari, dengan batasan 10% dari total kalori. Maka asupan 'free sugar' maksimal adalah 200 kalori atau 50 gr. Karena dalam 1 gram karbohidrat, termasuk 'free sugar' mengandung 4 kalori.

Asupan Gula Di Indonesia 

Tabel di atas dikatakan sebagai asupan gula yang terlihat (visible sugar). Jika dilihat memang sudah sesuai standar maksimal yang dianjurkan. Data lain yang dikeluarkan USDA tahun 2004 menyebutkan asupan gula penduduk Indonesia sebesar 8,4% dari total 2000 kalori. Penelitian dari USDA lebih akurat dengan menambahkan asupan gula dalam sirup dan gula dalam makanan kemasan. Melebihi anjuran PUGS namun masih di bawah standar WHO.

Berapa Jumlah Makanan yang Mengandung angka 50 gr gula?

  • Pertama
    Jika didapatkan sepenuhnya dari gula pasir, maka setara dengan sekitar 25 gram ata 7 sendok makan gula pasir atau 12,5 sendok teh gula. Tentu saja direkomendasikan untuk mengkonsumsi kurang dari angka ini
  • Kedua
    Jika didapatkan dari beberapa jenis makanan maka bisa dikombinasikan dengan komposisi:
    -
    - Minuman teh manis (2 sdm) : 16 gr
    - Minuman sachet/kemasan : 18 gr
    - Susu UHT cokelat kemasan ukuran 250 ml : 17 gr
    Dari 3 jenis makanan yang berbeda tersebut sudah mensuplai asupan gula sederhana sekitar 51 gr. Jika batasannya kurang dari 50 gram dalam sehari, maka sudah melebihi batas anjuran.

    Bahkan dalam satu kemasan minuman bersoda terkenal, Coca Cola ukuran 415 ml mengandung kadar gula sebanyak 41 gram. Cukup fantastis, dengan minum satu botol saja sudah mencapa ambang batas maksimal yang disarankan. Tentu jika dalam diet sehari masih ditambah dengan makanan berkadar gula tinggi lagi, menjadi beban tersendiri bagi tubuh untuk mematabolismenya. Yuk, batasi dari asupan gula kita dari sekarang...


Hastrin Hositanisita, S.Gz

Referensi :
Guideline: Sugars intake for adults and children. Geneva: World Health Organization; 2015  - http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/149782/1/9789241549028_eng.pdf-

Hardinsyah, 2011. Analisis Konsumsi Lemak, Gula dan Garam Penduduk Indonesia. Gizi Indon 2011, 34(2):92-100 http://ejournal.persagi.org/go/index.php/Gizi_Indon/article/viewFile/105/102